Nama : Mohamad Afrian
NPM : 14515250
Kelas : 4PA12
Mata
Kuliah : Sistem Informasi Psikologi
Berita :
Antara
Ketakutan dan Kesempatan di Era Digital
Penulis : Shafiq Pontoh
Kompas.com
- 26/09/2014, 17:17 WIB
KOMPAS.com -
Nomophobia. Kata tersebut muncul dari Kudsia Kahar, Chief Broadcast Officer The
Star Radio Group, dalam seminar dengan tajuk Same Passion Evolving Media pada
Asia Pacific Media Forum 2014 (APMF 2014). Ia memaparkan pekembangan industri
radio pada era digital dan kesempatan menggaet pasar di dalam kemacetan jalan
raya.
Nomophobia berasal
dari tiga kata yaitu no, mobile, dan phobia. Artinya sudah bisa ditebak,
sindrom psikologis pada seseorang yang takut bepergian tanpa membawa mobile
phone atau ponsel. Hal ini menjadi menarik karena banyak hal yang bisa
dilakukan dengan membawa ponsel.
Mulai berjejaring
dengan teman menggunakan media sosial, berkoordinasi mengenai pekerjaan melalui
e-mail atau chat platform, mencari informasi dengan browsing di internet,
mengonsumsi hiburan seperti musik, game, video, hingga mengakses beragam
informasi yang biasanya bisa didapat dari televisi, radio, maupun media cetak.
Semua bisa diperoleh lewat satu genggaman barang di tangan kita, ponsel,
komputer tablet, laptop, dan sebagainya.
Hal tersebut
memengaruhi perilaku masyarakat pada masa mendatang dalam mengonsumsi media,
seperti materi APMF 2014 TV Everywhere yang disampaikan Aravind Venugopa, Lead
Analyst Media Partner Asia. Layar perangkat mobile, seperti ponsel, komputer
tablet, laptop, bahkan layar televisi di dalam mobil menjadi perangkat untuk
mengonsumsi konten audio visual, membuat pencipta konten di stasiun
televisi perlu memperkuat strateginya.
Tantangannya tidak hanya menjaring pemirsa yang sedang dalam perjalanan, tetapi
juga menarik perhatian mereka yang sedang sibuk dengan perangkat mobile-nya.
Ilustrasi menarik
mengenai suasana ketika televisi sedang menyala di ruang keluarga ditayangkan
pada presentasi di APMF 2014, Jumat (19/9). Ketika televisi menyala di ruangan,
sang anak yang masih kecil bermain komputer tablet, anak remaja sibuk dengan
laptopnya, sang ibu berjejaring dengan teman-temannya lewat ponsel, dan sang
ayah sibuk membalas e-mail dengan komputer tablet. Televisi itu sendiri terus menjejalkan
informasi. Ilustrasi itu pun tidak menggambarkan suasana yang utuh. Pada
kenyataannya, anggota keluarga lebih sering tidak secara bersamaan berada di
ruang keluarga.
Tantangan yang sama
juga berpengaruh pada industri media cetak. Seperti yang diulas Earl J
Wilkinson, Executive Director dan CEO International News Media Association saat
berbicara dalam seminar Legacy Publisher’s Brand New Audience di APMF 2014.
Perubahan cara pandang industri media cetak sangat diperlukan dalam menghadapi
era digital ini. Bukan memilih salah satu, cetak atau digital, melainkan
menghadirkannya sekaligus, cetak dan digital. Ini tentang membagi peran untuk
platform cetak dan digital dari satu media yang sama.
Kita sama-sama
mengamini, era digital membawa dunia yang
baru, tempat kita harus terus beradaptasi. Dari pembahasan tentang media
di APMF, kita bisa memetik beberapa poin yang bermanfaat bagi industri
televisi, radio, dan cetak di tengah-tengah penetrasi internet yang terus
bertumbuh lewat ponsel.
Pertama, seperti
yang dipaparkan CEO Amazon Jeff Bezos, “Only base strategy on thing that won’t
change. What are core competencies of news that won’t change in 10 years.”
Dunia digital akan berkembang dengan sangat cepat dan banyak hal yang dalam
tiga atau sampai lima tahun ke depan barangkali sudah tidak lagi relevan (ada
yang masih ingat Friendster?). Oleh karena itu, dibutuhkan gagasan segar yang
dilandaskan pada kebutuhan dasar (basic needs) masyarakat umum sebagai fondasi
dalam membangun strategi. Contoh, Amazon menjadi penyedia layanan server.
Pertimbangannya, semua lingkungan digital, baik aplikasi, engine, maupun situs
web pasti akan memerlukan server.
Tarik pengandaian
yang lain. Apa yang tidak akan berubah di industri televisi, radio, dan cetak
dalam 10 tahun ke depan? Misalnya, kekuatan televisi selalu terletak pada
teknik penayangan audio visual. Radio mengandalkan kedekatan penyiar radio
dengan pemirsanya karena adanya komunikasi dua arah. Media cetak terlatih dan
akan senantiasa bisa menghasilkan kualitas tulisan yang mumpuni. Itu adalah
contoh kekuatan yang dimiliki setiap pemain media. Oleh karena itu, baik di
peranti mobile maupun media penyiaran, kekuatan tersebut tetap bisa menjadi
nilai yang ditawarkan.
Kedua, perlu
dibangun strategi dan pembagian peran bagi setiap kanal media agar bisa
dipadukan lewat benang merah pesan yang sama melalui cara penyampaian pesan
yang relevan untuk setiap medium. Pesan yang hendak disampaikan pun bisa tetap
terintegrasi dengan baik.
Misalnya,
mengintegrasikan program televisi dengan interaksi atau pendapat publik yang
ditarik melalui media sosial, seperti yang telah dilakukan beberapa stasiun
televisi. Contoh lain, mendorong partisipasi publik untuk berlomba-lomba
mendukung salah satu lagu agar diputar di radio. Media cetak pun bisa membangun
interaksi dan pembahasan konten yang lebih mendalam melalui media digital yang
berisi infografis animasi atau penyajian data yang lebih atraktif. Bahkan, bisa
pula ditampilkan cerita di balik layar penulisan berita tersebut di dalam blog
si penulis atau corporate blog media terkait yang tautannya bisa langsung
diakses lewat QR code yang tertera pada versi cetaknya.
Ketiga, inovasi
menemukan terobosan-terobosan pemanfaatan integrasi antarmedium ini perlu
dilandasi semangat kolaboratif yang tinggi, baik antardepartemen di dalam
institusi media tersebut maupun dengan pihak lain yang bergerak di bidang
inovasi teknologi, seperti start-up, pekerja kreatif, pengembang game, penyedia
data analitis, dan pekerja industri digital lainnya.
Kini, tantangan
pada era digital dan perangkat mobile bisa dipandang sebagai kesempatan yang
luar biasa untuk para pemain di industri media. Di sisi lain, berangkat dari
nomophobia, bisa saja kelak timbul fobia baru. Ketakutan kehabisan baterai.
Analisi
Kasus :
Pada era digital
sekarang ini tekhnologi semakin berkembang dengan pesat. Dengan berkembangnya
tekhnologi yang pesat ini sangat memudahkan manusia untuk melakukan sesuatu
dalam setiap kegiatannya. Seiring dengan perkembangan tekhnologi digital, kini telepon
genggam atau ponsel tidak hanya digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi
melalui panggilan dan sms saja, namun lebih dari itu, kemajuan teknologi
digital ini telah melahirkan ponsel terbaru yang memiliki banyak fungsi yaitu
smartphone. Ponsel sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia pada era
digital ini. Hal ini dapat menimbulkan dampak negatif seperti ketergantungan
pada tekhnologi itu.
Nomophobia atau
biasa dikenal dengan singkatan “No Mobile Phone Phobia” atau penyakit tidak
bisa jauh-jauh dari mobile phone merupakan suatu penyakit ketergantungan yang
dialami seorang individu terhadap mobile phone, sehingga bisa mendatangkan
kekhawatiran yang berlebihan jika ponsel nya tidak ada di dekatnya. Orang yang
didiagnosis menderita Nomophobia akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan ponsel
nya dibandingkan berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya (Kendler dalam
Davidson, dkk., 2006: 185).
Oleh karena itu,
penggunaan ponsel haruslah diabatasi dan tidak terlalu bergantung akan ponsel
sehingga dapat terhindar dari ketergantungan akan ponsel
Daftar Pustaka :
Davidson, G. C. (2004). Psikologi Abnormal (edisi ke 9).
Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada
Pontoh,
S. 2014. "Antara Ketakutan dan
Kesempatan di Era Digital” https:// ekonomi. kompas. Com / read / 2014 /09 /
26 / 171700426 / Antara. Ketakutan. dan. Kesempatan. di. Era. Digital. Diakses
pada 05 November 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar