Senin, 26 November 2018

Sistem Informasi Psikologi (Tugas Kedua)


Nama              : Mohamad Afrian
NPM               : 14515250
Kelas               : 4PA12
Mata Kuliah    : Sistem Informasi Psikologi

Penggunaan Computer Based Information System pada Psikologi

Computer Based Information System (CBIS) atau dalam Bahasa Indonesia disebut juga Sistem Informasi Berbasis Komputer merupakan sistem pengolah data menjadi sebuah informasi yang berkualitas dan dipergunakan untuk suatu alat bantu yang mendukung pengambilan keputusan. Dalam ranah Psikologi CBIS yang sering digunakan adalah Statistical Package for the Social Sciences (SPSS). SPSS adalah suatu aplikasi yang digunakan untuk melakukan analisis statistik.
Pada kali ini variabel Wellbeing yang akan menjadi pembahasannya, yang kemudian akan dikaitkan dengan Extraversion, Openness, dan Work life balance.


Analisis pada tabel pertama Regression Weight :
1. Wellbeing dan openess didapatkan bahwa karena nilai P 0.225 > kesalahan 0.05 (5 %) Ho diterima maka tidak ada hubungan.
2. Work life balance dan openess didapatkan bahwa karena nilai P 0.182 > kesalahan 0.05 (5 %) Ho diterima maka tidak ada hubungan.
Analisis pada tabel Kedua Standardized Regression Weight menunjukkan seberapa kuat hubungan, semakin besar semakin kuat minimal 50 % (0,5)  :
1. Wellbeing dan openess didapatkan bahwa karena nilai 0,104 < 0,5 maka hubungannya lemah.
2. Wellbeing dan extravesion didapatkan bahwa karena nilai 0,522 > 0,5 maka hubungannya kuat.
3. Worklifebalanced dan openess didapatkan bahwa karena nilai 0,107 < 0,5 maka hubungannya lemah.
4. Worklifebalanced dan wellbeing didapatkan bahwa karena nilai -0,626 < 0,5 maka hubungannya lemah.

Analisis pada tabel pertama Direct Effect
1. Wellbeing dan extraversion didapatkan bahwa karena nilai 2,194 > 0,5 maka terdapat pengaruh secara langsung.
2. Wellbeing dan openess didapatkan bahwa karena nilai 0,323 < 0,5 maka tidak terdapat pengaruh secara langsung.
3. Worklifebalance dan extraversion didapatkan bahwa karena nilai 0,000 < 0,5 maka tidak terdapat pengaruh secara langsung.
4. Worklifebalance dan openess didapatkan bahwa karena nilai 0,186 < 0,5 maka tidak terdapat pengaruh secara langsung.
5. Worklifebalance dan wellbeing didapatkan bahwa karena nilai -0,350 < 0,5 maka tidak terdapat pengaruh secara langsung.

Analisis ada tabel kedua Standardized Direct Effect
1. Wellbeing dan extraversion didapatkan bahwa karena nilai 0,522 > 0,5 maka terdapat pengaruh secara langsung.
2. Wellbeing dan openess didapatkan bahwa karena nilai 0,104 < 0,5 maka tidak terdapat pengaruh secara langsung.
3. Worklifebalance dan extraversion didapatkan bahwa karena nilai 0,000 < 0,5 maka tidak terdapat pengaruh secara langsung.
4. Worklifebalance dan openess didapatkan bahwa karena nilai 0,107 < 0,5 maka tidak terdapat pengaruh secara langsung.
5. Worklifebalance dan wellbeing didapatkan bahwa karena nilai -0,626 < 0,5 maka tidak terdapat pengaruh secara langsung.
Analisis pada tabel pertama Indirect Effect
1. Wellbeing dan extraversion didapatkan bahwa karena nilai 0,000 < 0,5 maka tidak terdapat pengaruh secara tidak langsung.
2. Wellbeing dan openess didapatkan bahwa karena nilai 0,000 < 0,5 maka tidak terdapat pengaruh secara tidak langsung.
3. Worklifebalance dan extraversion didapatkan bahwa karena nilai -0,768 < 0,5 maka tidak terdapat pengaruh secara tidak langsung.
4. Worklifebalance dan openess didapatkan bahwa karena nilai -0,113 < 0,5 maka tidak terdapat pengaruh secara tidak langsung.
5. Worklifebalance dan wellbeing didapatkan bahwa karena nilai 0,000  < 0,5 maka tidak terdapat pengaruh secara tidak langsung.
Analisis ada tabel kedua Standardized Indirect Effect
1. Wellbeing dan extraversion didapatkan bahwa karena nilai 0,000 < 0,5 maka tidak terdapat pengaruh secara tidak langsung.
2. Wellbeing dan openess didapatkan bahwa karena nilai 0,000 < 0,5 maka tidak terdapat pengaruh secara tidak langsung.
3. Worklifebalance dan extraversion didapatkan bahwa karena nilai -0,327 < 0,5 maka tidak terdapat pengaruh secara tidak langsung.
4. Worklifebalance dan openess didapatkan bahwa karena nilai -0,065 < 0,5 maka tidak terdapat pengaruh secara tidak langsung.
5. Worklifebalance dan wellbeing didapatkan bahwa karena nilai 0,000  < 0,5 maka tidak terdapat pengaruh secara tidak langsung.

Selasa, 06 November 2018

Sistem Informasi Psikologi (Tugas Pertama)

Nama               : Mohamad Afrian
NPM                : 14515250
Kelas               : 4PA12
Mata Kuliah     : Sistem Informasi Psikologi

Berita              :

Antara Ketakutan dan Kesempatan di Era Digital
Penulis             : Shafiq Pontoh
Kompas.com - 26/09/2014, 17:17 WIB

KOMPAS.com - Nomophobia. Kata tersebut muncul dari Kudsia Kahar, Chief Broadcast Officer The Star Radio Group, dalam seminar dengan tajuk Same Passion Evolving Media pada Asia Pacific Media Forum 2014 (APMF 2014). Ia memaparkan pekembangan industri radio pada era digital dan kesempatan menggaet pasar di dalam kemacetan jalan raya.
Nomophobia berasal dari tiga kata yaitu no, mobile, dan phobia. Artinya sudah bisa ditebak, sindrom psikologis pada seseorang yang takut bepergian tanpa membawa mobile phone atau ponsel. Hal ini menjadi menarik karena banyak hal yang bisa dilakukan dengan membawa ponsel.
Mulai berjejaring dengan teman menggunakan media sosial, berkoordinasi mengenai pekerjaan melalui e-mail atau chat platform, mencari informasi dengan browsing di internet, mengonsumsi hiburan seperti musik, game, video, hingga mengakses beragam informasi yang biasanya bisa didapat dari televisi, radio, maupun media cetak. Semua bisa diperoleh lewat satu genggaman barang di tangan kita, ponsel, komputer tablet, laptop, dan sebagainya.
Hal tersebut memengaruhi perilaku mas­­yarakat pada masa mendatang dalam mengonsumsi media, seperti materi APMF 2014 TV Everywhere yang disampaikan Aravind Venugopa, Lead Analyst Media Partner Asia. Layar perangkat mobile, seperti ponsel, komputer tablet, laptop, bahkan layar televisi di dalam mobil menjadi perangkat untuk mengonsumsi konten audio visual, membuat pencipta konten di stasiun televisi  perlu memperkuat strateginya. Tantangannya tidak hanya menjaring pemirsa yang sedang dalam perjalanan, tetapi juga menarik perhatian mereka yang sedang sibuk dengan perangkat mobile-nya.
Ilustrasi menarik mengenai suasana ketika televisi sedang menyala di ruang keluarga ditayangkan pada presentasi di APMF 2014, Jumat (19/9). Ketika televisi menyala di ruangan, sang anak yang masih kecil bermain komputer tablet, anak remaja sibuk dengan laptopnya, sang ibu berjejaring dengan teman-temannya lewat ponsel, dan sang ayah sibuk membalas e-mail dengan komputer tablet. Televisi itu sendiri terus menjejalkan informasi. Ilustrasi itu pun tidak menggambarkan suasana yang utuh. Pada kenyataannya, anggota keluarga lebih sering tidak secara bersamaan berada di ruang keluarga.
Tantangan yang sama juga berpengaruh pada industri media cetak. Seperti yang diulas Earl J Wilkinson, Executive Director dan CEO International News Media Association saat berbicara dalam seminar Legacy Publisher’s Brand New Audience di APMF 2014. Perubahan cara pandang industri media cetak sangat diperlukan dalam menghadapi era digital ini. Bukan memilih salah satu, cetak atau digital, melainkan menghadirkannya sekaligus, cetak dan digital. Ini tentang membagi peran untuk platform cetak dan digital dari satu media yang sama.
Kita sama-sama mengamini, era digital membawa dunia yang  baru, tempat kita harus terus beradaptasi. Dari pembahasan tentang media di APMF, kita bisa memetik beberapa poin yang bermanfaat bagi industri televisi, radio, dan cetak di tengah-tengah penetrasi internet yang terus bertumbuh lewat ponsel.
Pertama, seperti yang dipaparkan CEO Amazon Jeff Bezos, “Only base strategy on thing that won’t change. What are core competencies of news that won’t change in 10 years.” Dunia digital akan berkembang dengan sangat cepat dan banyak hal yang dalam tiga atau sampai lima tahun ke depan barangkali sudah tidak lagi relevan (ada yang masih ingat Friendster?). Oleh karena itu, dibutuhkan gagasan segar yang dilandaskan pada kebutuhan dasar (basic needs) masyarakat umum sebagai fondasi dalam membangun strategi. Contoh, Amazon menjadi penyedia layanan server. Pertimbangannya, semua lingkungan digital, baik aplikasi, engine, maupun situs web pasti akan memerlukan server.
Tarik pengandaian yang lain. Apa yang tidak akan berubah di industri televisi, radio, dan cetak dalam 10 tahun ke depan? Misalnya, kekuatan televisi selalu terletak pada teknik penayangan audio visual. Radio mengandalkan kedekatan penyiar radio dengan pemirsanya karena adanya komunikasi dua arah. Media cetak terlatih dan akan senantiasa bisa menghasilkan kualitas tulisan yang mumpuni. Itu adalah contoh kekuatan yang dimiliki setiap pemain media. Oleh karena itu, baik di peranti mobile maupun media penyiaran, kekuatan tersebut tetap bisa menjadi nilai yang ditawarkan.
Kedua, perlu dibangun strategi dan pem­bagian peran bagi setiap kanal media agar bisa dipadukan lewat benang merah pesan yang sama melalui cara penyampaian pesan yang relevan untuk setiap medium. Pesan yang hendak disampaikan pun bisa tetap terintegrasi dengan baik.
Misalnya, mengintegrasikan program televisi dengan interaksi atau pendapat publik yang ditarik melalui media sosial, seperti yang telah dilakukan beberapa stasiun televisi. Contoh lain, mendorong partisipasi publik untuk berlomba-lomba mendukung salah satu lagu agar diputar di radio. Media cetak pun bisa membangun interaksi dan pembahasan konten yang lebih mendalam melalui media digital yang berisi infografis animasi atau penyajian data yang lebih atraktif. Bahkan, bisa pula ditampilkan cerita di balik layar penulisan berita tersebut di dalam blog si penulis atau corporate blog media terkait yang tautannya bisa langsung diakses lewat QR code yang tertera pada versi cetaknya.
Ketiga, inovasi menemukan terobosan-terobosan pemanfaatan integrasi antarmedium ini perlu dilandasi semangat kolaboratif yang tinggi, baik antardepartemen di dalam institusi media tersebut maupun dengan pihak lain yang bergerak di bidang inovasi teknologi, seperti start-up, pekerja kreatif, pengembang game, penyedia data analitis, dan pekerja industri digital lainnya.
Kini, tantangan pada era digital dan perangkat mobile bisa dipandang sebagai kesempatan yang luar biasa untuk para pemain di industri media. Di sisi lain, berangkat dari nomophobia, bisa saja kelak timbul fobia baru. Ketakutan kehabisan baterai.

Analisi Kasus :
Pada era digital sekarang ini tekhnologi semakin berkembang dengan pesat. Dengan berkembangnya tekhnologi yang pesat ini sangat memudahkan manusia untuk melakukan sesuatu dalam setiap kegiatannya. Seiring dengan perkembangan tekhnologi digital, kini telepon genggam atau ponsel tidak hanya digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi melalui panggilan dan sms saja, namun lebih dari itu, kemajuan teknologi digital ini telah melahirkan ponsel terbaru yang memiliki banyak fungsi yaitu smartphone. Ponsel sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia pada era digital ini. Hal ini dapat menimbulkan dampak negatif seperti ketergantungan pada tekhnologi itu.
Nomophobia atau biasa dikenal dengan singkatan “No Mobile Phone Phobia” atau penyakit tidak bisa jauh-jauh dari mobile phone merupakan suatu penyakit ketergantungan yang dialami seorang individu terhadap mobile phone, sehingga bisa mendatangkan kekhawatiran yang berlebihan jika ponsel nya tidak ada di dekatnya. Orang yang didiagnosis menderita Nomophobia akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan ponsel nya dibandingkan berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya (Kendler dalam Davidson, dkk., 2006: 185).
Oleh karena itu, penggunaan ponsel haruslah diabatasi dan tidak terlalu bergantung akan ponsel sehingga dapat terhindar dari ketergantungan akan ponsel


Daftar Pustaka :
Davidson, G. C. (2004). Psikologi Abnormal (edisi ke 9). Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada
Pontoh, S. 2014. "Antara Ketakutan dan Kesempatan di Era Digital” https:// ekonomi. kompas. Com / read / 2014 /09 / 26 / 171700426 / Antara. Ketakutan. dan. Kesempatan. di. Era. Digital. Diakses pada 05 November 2018